Part 1 |
Namaku Han Jong Suk, aku berumur
18 tahun. Aku hidup berdua bersama ayahku yang bekerja sebagai pedagang ikan di
pasar. Hidup kami pas-pasan sehingga tak ada yang perlu dibanggakan. Aku
seorang siswi kelas III SMU, aku bersekolah di salah satu sekolah yang cukup
terpandang di Seoul berkat beasiswa.
Aku
tidak punya banyak teman di sekolah karena aku orang miskin, mereka bahkan
menghindariku karena ayahku tidak seperti ayah mereka yang bekerja di
perusahaan besar, pengusaha handal, atau pejabat ternama. Mengenai hubungan
asmara, jangan ditanya lagi, mana ada siswa yang yang menyukai ‘gadis ikan’
sepertiku, begitulah mereka biasa memanggilku.
Suatu
pagi aku sedang bersih-bersih kelas karena kebetulan waktunya aku piket. Air
bekas mengepel lantai yang hitam dan bau, kubuang melalui celah jendela.
Beberapa waktu kemudian seorang siswa berdiri di depan kelasku dengan pakaian
yang basah kuyub. Seo In Gook, bodoh sekali dia berpenampilan seperti
itu! Dia melihatku memegang ember dan kain pel dan seketika itu pula dia
menghampiriku.
“Kau
yang melempar air ke luar jendela?” tanyanya.
“Iya,”
jawabku
“Lihat
hasil perbuatanmu!” ucapnya marah
“Kau
basah karena air itu? Salahmu sendiri kenapa berada di bagian belakang sekolah padahal kau tahu ‘kan tempat itu sering
dijadikan tempat pembuangan air kotor!” dia kehabisan kata-kata
“Wah…
apa kalian tidak mencium bau amis? Semacam bau ikan begitu,” ucapnya meledekku,
seisi kelaspun tertawa dan mulai menambahi olokan In Gook. Aku segera
meninggalkan kelas, menghindari ejekan mereka yang membuat telingaku merah.
Seo
In Gook… dia siswa terpopuler di sekolahku. Orangnya kharismatik,
ganteng, dan kaya. Ayahnya seorang pejabat Bank Nasiaonal Korea Selatan, banyak
siswi yang bermimpi dapat berkencan dengannya. Jangankan siswi, guru-guru
wanita pun banyak yang terpesona olehnya. Karena begitu banyak wanita yang
mengejarnya, maka suatu aib baginya bila
tidak menggonta-ganti pasangannya dalam seminggu. Dan… aku benar-benar sial
membuat masalah dengannya pagi-pagi begini. Aku pasti akan dikerjai
habis-habisan. Aku baru tahu kalau ternyata dia sementara ‘ditembak’ saat aku
membuang air pel itu ke jendela, pantas dia marah sebesar itu karena aku telah menggagalkan
penambahan pasokan pacar barunya.
Ternyata
apa yang kutakutkan terjadi, mereka benar-benar mengerjaiku, jadilah kehidupan
sekolahku seperti mimpi buruk yang menakutkan. Teman-teman sekelasku mematahkan
kaki kursiku sehingga saat duduk aku terjatuh, parahnya lagi kejadian itu terjasdi
saat guruku mulai mengajar. Aku terpaksa ke gudang belakang untuk mengambil
bangku cadangan. Saat tiba pelajaran olahraga, bajuku direndam lumpur oleh
teman-teman sekelasku. Guru olahragaku akhirnya menghukumku membersihkan toilet
karena aku tidak memakai seragam saat mengikuti pelajarannya.
Saat
jam makan siang, mereka masih saja mengerjaiku. Mereka menyandung kakiku
senhingga makananku tumpah berserakan di lantai. Lockerku pun sengaja mereka
isi dengan sampah, laci meja di kelasku diisi bangkai tkus, bahkan tugas seniku
dihancurkan. Lukisan alamku akhirnya menjadi kertas dengan warna yang tidak
karuan, kurasa mereka sengaja menyiramkan ait agar catnya meleleh. Namun semua
ku lalui tanpa banyak protes karena aku tahu kalau aku melawan, pasti dampaknya
akan semakin buruk. Setiap hari mereka mengerjaiku dengan cara yabg sangat
keterlaluan, namun aku mencoba bersabar.
Suatu
saat seusai istirahat siang, seorang temanku menangis tersedu karena kehilangan
ponselnya yang baru. Tim guru memutuskan melakukan penggeledahan di kelasku. Akhirnya
ponsel itu ditemukan di dalam tasku, para guru memandang tidak percaya padaku
dan aku pun dibawa ke ruang kepala sekolah. Mereka benar-benar keterlaluan, aku pasti dijebak.
Aku
berjalan lunglai… apa yang harus kukatakan pada ayah? Wali kelasku menitipkan surat
panggilan untuk ayahku. Kalau ayah tidak datang besok, maka aku akan
dikeluarkan dari sekolah. Beberapa mobil sport mini melewatiku di sebuah jalan
kecil, mereka adalah In Gook dan kawan-kawannya.
“Wei
… dasar pencuri!”
“Tidak
punya uang untuk beli ponsel baru ya… jadi mencuri ponsel teman?”
“Kau
‘kan punya banyak ikan, suruh saja ayahmu menjualnya dan membelikanmu ponsel
baru,” mereka menghinaku, menertawai, dan melempariku dengan kaleng minuman
mereka. Dasar anak-anak kurang ajar, lihat saja aku pasti akan membalas kalian.
“Apa…?
Kau mencuri ponsel!” ayahku sangat kaget saat aku menyodorkan surat panggilan
itu,” Ayah merasa tidak pernah mengajarimu mencuri!” sambunganya.
“Maaf,
aku dijebak” ucapku lemah
“Siapa
yang berani memfitnah putriku, biar kupotong lidahnya!” ayahku sangat murka.
“Ayah
… jangan keras-keras, nanti tetangga mendengar! Mereka memang jahat, tapi aku
tidak peduli, asalkan ayah mempercayaiku aku pasti melaluinya dengan kuat.”
Esoknya
ayah datang memenuhi panggilan itu, cukup lama ayahku bicara dengan wali
kelasku. Sampai waktu istirahat tiba aku cemas menunggunya. Beberapa anak
terlihat berkumpul di lantai darurat sekolah.
“In
Gook bagaimana aktingku kemarin?”
“Bagus
sekali, kau akan mendapatkan banyak tawaran film kalau kau ikut casting.” jawab
In Gook tersenyum.
“Akhirnya
gadis ikan itu sadar kalau melawan In Gook sama saja dia cari mati,” sambung
siswa yang lain.
“Semoga
saja dia dikeluarkan, gara-gara dia acaraku hancur. Padahal aku sudah hampir mengutarakan
perasaanku pada In Gook tiba-tiba dia membuang air lewat jendela,” kata seorang
siswi. In Gook lalu merangkulnya,
“Tapi
bukannya sekarang kau telah resmi menjadi pacarku?”
“Bagaimanapun
aku masih sakit hati!”
“Tenanglah
… ‘ayah ikan’ sedang bicara dengan wali kelas, pasti sekarang dia sedang dipermalukan.”
kata seorang siswa.
“Ayah
ikan…?” In Gook keheranan
“Ayahnya
si gadis ikan … kita sebut saja ayah ikan, he … he …” jawab siswa itu.
“Ayah
ikan dan anak ikan… cocok sekali,” merekapun menertawai aku dan ayahku. Mereka tidak
sadar aku mendengarkan pembicaraan mereka dari balik pintu. Beberapa saat
kemudian ayahku keluar dari ruang guru. Wajahnya terlihat lelah, aku segera
menghampirinya.
“Tenanglah
… kau tiadak akan dikeluarkan. Dewan guru memaafkan salahmu kali ini,” ucap
ayah. Aku menggandeng tangannya dan mengantarnya keluar. Tiba-tiba In Gook dan
kawan-kawannya menghampiri kami di koridor,
“Wah
… paman, bagaimana keputusan dewan guru?” tanya In Gook khawatir
“Jongsuk dimaafkan,” jawab ayahku tanpa bisa menyembunyikan rasa
senangnya.
“Wah… syukurlah, kami
juga tidak percaya anak paman mencuri ponsel. Dia ‘kan makan ikan dan ikan kaya
akan protein yang baik untuk otak jadi tidak mungkin anak ikan … eh Jongsuk berlaku bodoh begitu,” kata teman yang lain.
“Kalian
benar, aku memang tidak pernah mendidik putriku menjadi pencuri, menurutku
putriku pasti dijebak.”
“Wah…
siapa yang tega menjebak anak ikan… eh Jongsuk?” sebagian dari mereka cekikikan
di belakang. Mereka sangat keterlaluan.
“Paman,
bukannya sekarang ikan lagi mahal, bagaimana kalau paman menjualnya dan
membelikan putri paman ponsel baru?”
“Kebetulan
aku punya gantungan ponsel ikan, nanti akan kuberikan pada putrid anda,” sambung
In Gook, mereka cekikikan di depan ayahku.
“Ayah
ayo pulang sekarang!” bujukku
“Iya
paman, kasihan ‘kan kalau toko ikan paman tutup nanti kalian mau makan apa?” tanya yang lain.
“Makan
ikan saja … supaya sehat!” sambung In Gook. Mereka pun terbahak-bahak di depan
kami, ayahku kebingungan. Ia tidak tahu mengapa teman-temanku tertawa.
“Wah…
Jongsuk, teman-temanmu sangat baik. Mereka sangat memperhatikan keluarga kita.
Terima kasih atas perhatian kalian ya!” ucap ayahku pada mereka, mereka malah terbahak-bahak.
“Sudahlah
ayah, mereka hanya mengejek kita.” aku menatap mereka dalam-dalam memberikan
ancaman kalau aku akan membalas mereka. Lalu aku mengantar ayahku sampai ke
gerbang sekolah.
Aku
segera menemui In Gook dan ganknya, kebetulan temanku yang mengaku kehilangan
ponsel kemarin sedang asyik memainkan ponselnya. Aku segera merampasnya dan
membantingnya ke lantai dan menginjaknya.
“Kau
…” ucapannya terputus saat aku memegang rahangnya.
“Aku
sudah terlanjur basah difitnah sebagai pencuri ponselmu, lebih baik aku
hancurkan saja biar semua impas. Aku yang rugi bila tidak menghancurkan
ponselmu.” Aku melirik ke arah In Gook.” Kau puas menghina ayahku?
Kuperingatkan… aku seperti kebanyakan orang yang lebih menerima bila kau
menghinaku, tapi aku tidak akan tinggal diam kalau kau mulai menghina
keluargaku!” aku menarik kerah bajunya dan mendorongnya. Mereka terdiam
melihatku, kali ini aku tidak akan tinggal diam. Aku akan membalas semua
perbuatan kalian kepadaku.
Suatu
pagi aku dipanggil ke ruang kepala sekolah, In Gook menuduhku menghancurkan
mobilnya.
“Aku
tidak pernah melakukannya Pak! mereka telah menfitnahku!” belaku di depan
kepala sekolah
“Apa…?
Di depan mataku sendiri kau memecahkan kaca mobilku, kau menggores mobilku
dengan paku kemudian mengempeskan bannya, lalu kau bilang kau tidak
melakukannya bahkan kau bilang aku memfitnahmu!” In Gook naik darah,
“Apa
buktinya aku melakukannya?” tantangku
“Teman-temanku
melihatmu!” balas In Gook
“Kau
bisa saja bersekongkol dengan mereka untuk menjebakku lagi ‘kan? Seperti yang kalian
lakukan kemarin saat memfitnahku mencuri ponsel.”
“Berani-beraninya
kau mengelak!” bentak In Gook padaku,
“Jangan
membentakku! Apa kalian punya bukti kalau kalian melihatku menghancurkan
mobilnya? Pak kepala, kalau kali ini anda tidak adil lagi padaku aku bisa
melaporkan mereka pada polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Kurasa anda
tahu apa dampak laporan itu pada nama baik sekolah ini?” ancamku. Kepsek tidak
dapat berbuat banyak tanpa bukti yang kuat, akhirnya kasus ini ditutup.
Seusai
sekolah aku menunggui mereka di parkiran sekolah, In Gook mengendarai mobil
barunya. Tok-tok, aku mengetuk pintu mobilnya, dia membukanya sedikit
“Bagaimana,
kau puas ‘kan dengan hasil kerjaku?” tanyaku.” Kalau kau masih usil padaku…
maka aku akan membuatmu menyesal dilahirkan ke dunia ini. Kejadian kemarin
hanya gertakan, aku bisa saja menghancurkan yang lain selain mobilmu. Itu
balasan atas sakit hatiku karena kau telah menghina ayahku,” ucapku. Memang benar
aku yang menghancurkan mobilnya. Bahkan aku melakukannya di depan In Gook dan
kawan-kawannya serta menangtangnya sendiri untuk melaporkannya kepada Kepsek.
Mereka tidak punya bukti karena kamera CTV di parkiran telah kurusak.
Beberapa
hari berlalu namun tidak terjadi apa-apa, tak ada jebakan maupun keusilan In
Gook dan teman-temannya untukku. Namun aku tidak boleh lengah karena karena
mereka pasti tidak akan tinggal diam. Suatu hari saat tugas piketku tiba, aku
pergi membuang sampah di halaman belakang sekolah. Tiba-tiba ada sebuah tas
melayang ke arahku. Setelah menengadah, aku melihat In Gook memanjat pagar.
Hari ini dia datang terlambat sehingga dia lewat belakang karena tidak mau
dihukum.
Dia
terkejut saat dia melihatku. Dia tidak bisa langsung melompat karena banyak
kawat berduri di sekitar pagar. Dia kebingungan mau melompat dari sisi mana,
entah mengapa aku jadi iba melihatnya. Aku segera ke gudang dan mengambil
tangga lipat untuk membantunya. Awalnya dia enggan melewati tangga itu,
“Kenapa...
kau curiga ini jebakan? Kalau begitu ya sudah…” aku melipat tangga itu lagi
setelah tadi merenggangkannya.
“Eh…
baiklah!” cegatnya. Akupun mengulurkan tangga itu ke arahnya lagi.
Perlahan-lahan dia menuruni anak tangga itu, aku baru menyadari kalau anak
tangga yang ke tujuh, mornya lepas.
“Jangan
diinjak!” ucapku tiba-tiba sehingga dia kaget saat menginjak anak tangga yang
ke tujuh. Bruk… dia dan tangga itu jatuh menimpaku. Deg… deg... jantungku
berdegup kencang, ini pertama kalinya aku berada sedekat ini dengan seorang
pria dalam delapan belas tahun sejarah hidupku.
“Jantungmu
berdegup kencang sekali,” ucapnya,” Aww… kepalaku sakit sekali,” dia kemudian
duduk di sampingku dan memegangi kepalanya yang tertimpa tangga.
“Kau
mau apa?” tanyanya saat aku menarik tangannya.
“Biar
kuobati,” jawabku. Aku lalu membawanya ke gudang dan mencari pisau yang tak
terpakai,” Kau mau apa?” dia terkejut saat melihatku memegang pisau.” Kamu mau
apa? Jangan mendekat!” ancamnya.
“Aku
cuma mau mengobati luka di kepalamu!”
“Tapi
kenapa pakai pisau?” tanyanya kaget
“Sudah…
tenang saja.” aku lalu memgang kepalanya
dan menekankan pisau itu ke benjolannya.
“Aw
… sakit sekali!”
“Memang
sakit, tapi ini akan membantumu mengempeskan benjolan di kepalamu. Aku belajar
ini dari ayahku dan cara ini sangat manjur,”
“Oh
… dari si ayah ikan, ha … ha … ha …” dia terbahak.
“Aku
bisa saja mengalungkan sabetan pisau ini ke lehermu kalau kau masih menghina
ayahku.” ancamku.
“Maaf…”
dia tiba-tiba berhenti bicara. Begitulah, pagiku kuhabiskan dengan membantunya
mengobati lukanya.
Siang
ini setelah olahraga, aku benar-benar kepanasan. Teman-temanku duluan
menggunakan kamar mandi jadi terpaksa aku harus mengantri. Setelah tiba
giliranku, aku mulai melepas baju dan membasuh badanku dengan air. Seusai mandi
aku mencari bajuku… tunggu dulu di mana bajuku? Padahal aku menggantungnya di
dekat pintu. Gawat… pasti ada lagi yang usil padaku. Aku berteriak memanggil
teman-temanku namun ternyata toilet sudah kosong. Untung saja aku punya handuk
cadangan. Aku keluar perlahan mencari bajuku, sial… di mana mereka
menyembunyikannya? Mana waktu istirahat sudah hampir usai. Tidak mungkin aku
keluar ke koridor hanya dengan menggunakan handuk. Tolong… seseorang tolonglah
aku. Bruk… tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan beberapa orang siswa
terjatuh, ternyata mereka berdesakan untuk mengintipku. Kalian…! seseorang lalu
mengambil ponselnya dan memotretku hanya dengan menggunakan handuk.
“Apa
yang kalian lakukan? Pergi! Pergi!” kelewatan, kalian benar-benar kurang ajar.
“Hei…
apa yang kalian lakukan di toilet wanita?” tanya In Gook yang tiba-tiba muncul
di antara mereka. Dia terbelalak melihatku karena aku hanya menggunakan handuk.”
Kenapa kau tidak berpakaian?” tanyanya, dia juga melihat teman-temannya
memotretku “Hentikan! Kenapa kalian
kurang ajar begini?” bentaknya pada teman-temannya. Dia berlari ke arahku dan
memelukku untuk menutupi tubuhku dari teman-temannya,
“Pergi
kalian, pergi!” dia melepas jasnya dan memasangkannya untukku. Dia lalu
mengambil semua ponsel temannya serta menyuruh mereka keluar. Dia mendapat
seragamku di dalam tempat sampah, untung saja terbungkus plastik sehingga tidak
kotor meski kusut. Aku pun segera memakai seragamku, sementara dia menungguku
di luar.
Aku
perlahan-lahan keluar dari kamar mandi. Dia menungguku sambil mengotak-atik
ponsel-ponsel milik temannya.
“Oh…
kau sudah selesai, aku juga sudah menghapus gambarmu di ponsel mereka…” ucapnya,
plaaak…! Aku menamparnya.
“Kau
pikir aku tidak tahu apa rencanamu? Kau sengaja menyusun kejadian ini ‘kan dan
berpura-pura muncul sebagai dewa penolong di hadapanku sehingga membuatku
merasa simpati padamu. Kau salah, aku tidak sebodoh yang kau kira. Kau benar-benar
rendah Seo In Gook!” aku pergi meninggalkannya, kali ini mereka benar-benar
keterlaluan.
Usai
sekolah aku sengaja lewat halaman belakang. Aku malas bertemu In Gook dan genknya
di parkiran sekolah. Tapi… aku malah melihat mereka berkumpul di koridor
belakang sekolah sehingga aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka,
“Bodoh…!
Kalian memang bodoh! Aku memang berniat membalasnya namun tidak pernah
terlintas di pikiranku untuk mengerjai dia seperti itu.” ucap In Gook.
“Tapi…”
ucap salah seorang dari mereka.
“Tapi
apa? Kali ini kalian benar-benar keterlaluan, bercanda pun ada batasnya,
mengerti! Bagaimana kalau dia menuntut kalian atas tuduhan pencabulan pada
polisi? Kalian mau dipenjara?” tambah In Gook
“Kenapa
kau membelanya, bukankah kita memang ingin mengerjainya?” tanya pacarnya.
“Pasti
kau yang menyembunyikan bajunya. Pokoknya aku tidak mau tahu, besok kalian
harus minta maaf padanya!”
“Untuk
apa minta maaf…?” protes pacarnya.
“Karena
kalian sudah sangat keterlaluan!” balas In
Gook.
“Kenapa
kau membelanya, aku ini pacarmu namun teganya kau menyuruhku minta maaf pada
musuhku,”
“Baiklah,
kau kuputuskan!”
“Apa?”
“Kau
kuputuskan, sudah jelas? Lagipula hari ini adalah hari ke lima kita pacaran,
kau tahu sendiri ‘kan aku ini bagaimana? Aku hanya bertahan dengan wanita
maksimal lima hari,”
“In
Gook… kau keterlaluan,” gadis itu mulai menangis.
“Aku
tidak mau tahu apa-apa, besok kalian harus minta maaf.” Dia meninggalkan teman-temannya
begitu saja. Jadi… dia benar-benar tidak tahu apa-apa, padahal aku sudah
menamparnya.
Semalaman
aku memikirkan masalah ini, apa aku harus minta maaf pada In Gook? Ayahku menganjurkan
agar aku minta maaf karena salah paham padanya, tapi… apa dia mau menerima maafku?
Esoknya
aku menemui In Gook saat istirahat siang, dia terlihat cuek di hadapanku. Tuh
‘kan… dia pasti masih marah.
“Aku
minta maaf!”
“Untuk
apa?” tanyanya,
“Masalah
kemarin…”
“Bukannya
aku telah menyusun kejadian itu untuk menjebakmu?”
“Aku
tahu, aku salah paham padamu!”
“Sudahlah…!”
dia berlalu meninggalkan aku
“In
Gook…!” aku mengejarnya dan tanpa kusadari aku memegang tangannya,” Aku benar-benar
minta maaf!” tambahku.
“Baik
aku memaafkanmu. Setidaknya kita impas sekarang. Terima kasih kau sudah
menolongku mengobati kepalaku dan aku menolongmu dari keusilan mereka. Sekarang
lepaskan tanganku, aku tidak mau orang-orang nanti salah paham.” Aku segera
melepaskan tangannya dan membiarkannya meninggalkan aku. Beberapa saat kemudian
teman-temannya datang dan meminta maaf padaku atas perbuatan mereka tak
terkecuali pacarnya In Gook, eh… mantannya.
Beberapa
hari berlalu dan tidak terjadi apa-apa. Kuharap ini berlangsung sampai upacara
penamatan nanti. Aku malas kalau berurusan dengan mereka lagi. Saat pulang ke
rumah usai sekolah aku berpapasan dengan In Gook di jalan,
“Mau
pulang? Ayo kuantar!” tawarnya padaku sambil membuka pintu mobilnya.
“Tidak
perlu, aku naik bus saja. Haltenya juga sudah dekat.”
“Kau
takut aku menjebakmu lagi?”
“Bukan
begitu… lagi pula siapa yang takut. Tidak apa-apa… aku naik bus saja!”
“Ayolah,
aku berniat baik padamu tapi kenapa kau tolak?” dia terus memaksaku sampai
akhirnya aku tidak bisa menolak lagi. Mobilnya melaju kencang di atas aspal,
aku agak gugup berada di sampingnya. Dia memang sangat keren, wajar kalau dia
sangat popular di sekolah, apa lagi dia anak orang kaya. Tiba-tiba dia singgah
di sebuah butik, dia menyuruhku menunggu sebentar. Setelah beberapa saat dia
kembali sambil membawa bungkusan.
“Maaf
membuatmu menunggu, aku singgah mengambil kostum bajak lautku,” ucapnya sambil
menghidupkan mesin mobilnya dan menjalankannya.” Oh ya… malam minggu nanti kau
ada acara tiadak? Datanglah ke pesta ulang tahunku, acaranya sangat seru… aku
mengadakan pesta kostum lihat saja kostumku bajak laut. Lagi pula yang datang
hanya teman-teman sekolah,” dia menyodorkan sepucuk undangan padaku.” Aku ingin
kau datang karena kau akan menjadi tamu teristimewaku malam itu, aku berjanji!”
dia tersenyum ke arahku.
“Maaf
aku …”
“Jangan
katakan kau tidak bisa datang. Aku benar-benar tulus mengundangmu. Aku baru
menyadari bahwa sebenarnya kau ini gadis yang baik. Meski kita bermusuhan, kau
masih mau menolongku saat aku terlambat ke sekolah. Padahal kalau dipikir-pikir
kau bisa saja melaporkan aku ke kepala sekolah.”
“Waktu
itu aku hanya kasihan melihatmu,”
“Karena
itulah aku mulai tertarik padamu. Meski sakit hatimu sangat besar padaku namun
kau masih mau menolongku di saat aku butuh bantuan,” dia menghentikan mobilnya
tepat di depan pasar ikan.” Aku benar-benar berharap kau mau datang!” dia
memohon padaku. Aku turun dari mobilnya dan mengucapkan terima kasih.
Ayah
menemukan undangan ulang tahun In Gook di atas meja belajarku, ayah sangat
senang membacanya.
“Wah
… ini pertama kalinya kau mendapat undangan ulang tahun dari temanmu kau mau
datang ‘kan?” tanya ayah
“Aku
juga tidak tahu, tapi mungkin aku tidak akan datang!”
“Kenapa
tidak… bukankah kau diundang?”
“Ayah…
dia anak orang kaya, aku pasti tidak cocok dengan pestanya apalagi pestanya
pesta kostum aku ‘kan tidak punya baju? Sudahlah… aku akan membantu ayah
bekerja di pasar saja. Bukankah kalau malam minggu banyak pesanan yang datang?”
ucapku. Ayah nampak kecewa dengan ucapanku. Aku tidak tahu harus bilang apa
lagi, toh… memang aku tidak pantas ke pesta itu.
Beberapa
malam ayah tidak tidur, aku tidak tahu dia mengerjakan apa. dia menyembunyikannya
dariku. Dan… alangkah terkejutnya diriku saat ayah memberikan kostum pputri
duyung padaku. aku benar-benar terharu saat ayah bilang kalau ayah ingin aku ke
pesta itu sebab selama ini aku tidak pernah mendapatkan undangan pesta dari
teman-temanku.
“Jadi
ayah tidak tidur beberapa malam ini karena membuatkan kostum ini untukku?”
“Iya
… pakailah ke pesta itu dan bersenang-senanglah bersama temanmu.”
“Ayah
kenapa kau begitu baik padaku padahal ibuku sangat jahat padamu.”
“Jangan
bicara seperti itu pada mendiang ibumu. Apapun yang terjadi kalian adalah
keluargaku yang sangat aku sayangi.”
“Jangan
buat aku semakin sulit untuk meninggalkanmu,” ucapku
“Memangnya
kau mau ke mana? Kau tak akan ke mana-mana. Kau akan tetap di sini menemani ayah
selamanya,” kupeluk ayahku, hatiku menangis memikirkan nasibnya, sungguh aku
sangat tersanjumg mempunyai ayah yang sangat penyayang seperti dia. Aku
putuskan menghadiri pesta ulang tahunnya In Gook. Aku tak mau mengecewakan ayah
yang telah bersusah payah membuatkan kostum untukku.
Ayah
mengantarku ke pesta In Gook dengan menggunakan mobil pinjaman dari temannya.
Ayah sangat antusias membantuku, dia tidak ingin kostumku rusak bila aku
menumpangi bus. Aku turun dari mobil tepat di depan rumah mewah In Gook.
“Ayo
cepatlah masuk… nanti kau terlambat!” perintah ayah. Saat aku memasuki ruangan
pesta aku benar-benar terkejut. Aku melihat beberapa pejabat pemerintahan dan
pengusaha terkenal yang sedang asyik bercengkrama. Beberapa orang teman
sekolahku pun terlihat berbincang-bincang di sudut ruangan. In Gook menipuku…!
To be continued …
No comments:
Post a Comment