“Maaf Jin Ki~a…” ucapku kala itu.
“Saat ini aku tidak…” aku tak dapat melanjutkan
“Oh… begitu ya? Tapi kau tidak akan
membenciku ‘kan?”
“Tentu tidak, kau ‘kan tidak salah!”
balasku.
“Jadi kita bisa tetap berteman
‘kan?”
“Tentu!”
“Tapi… apa aku masih punya
kesempatan?”
“Entahlah… untuk saat ini aku
benar-benar tak berminat!”
“Huffff…”
kuhembuskan napasku. Aku berjalan berat menelusuri jalan yang kini telah
dipenuhi pepohonan yang rindang. Sekarang telah memasuki musim semi, namun
hatiku tak sehangat musim semi ini. Sore ini aku baru saja menolak perasaan Lee
Jin Ki teman seangkatanku, sejujurnya dia namja yang baik dan menyenangkan
namun sungguh aku tidak punya perasaan apa-apa padanya. Aku tak ingin
menerimanya hanya karena merasa tidak enak, tentu bila dia tahu kenyataannya,
dia pasti akan kecewa.
“Maafkan
aku Jin Ki…” lirihku.
Setelah
berjalan beberapa lama akhirnya aku tiba di depan rumahku. Kulihat sebuah mobil
box berhenti di rumah sebelah, beberapa orang turun dan terlihat sibuk
mengeluarkan barang-barang dan memasukkannya ke dalam rumah.
“Kau
sudah pulang?” Ye Sung Oppa tiba-tiba muncul di belakangku.
“Eh…nde
Oppa!” balasku. “Oppa… apa rumah sebelah sudah ada penghuni?” tanyaku sambil
melirik pada aktivitas orang-orang yang sedang mengangkat barang ke dalam rumah
itu.
“Nde,
katanya pindahan dari London. Sebentar lagi kita punya tetangga baru!” seru Oppa
ceria. Aku tersenyum, bergegas kuikuti langkah Oppa masuk ke rumah.
Aku
Jung Eun Hye, aku siswi kelas XI. Aku memang bukan siswi popular di sekolah
namun bukannya sombong, sudah ada beberapa siswa yang telah menyatakan suka
padaku dan semuanya kutolak. Untuk saat ini aku tidak punya minat menjalin
hubungan dengan lawan jenisku atau bahasa singkatnya, berpacaran. Sahabatku,
Lee Yeon Hee dan Han Sun Young sampai pusing sendiri melihat tingkahku.
“Kau
suka namja yang seperti apa sih?” itulah pertanyaan yang sering mereka
lontarkan setiap kali aku ketahuan menolak seseorang.
“Kalau
kau terus begini, bisa-bisa kau tidak akan menikah!” atau begitulah komentar
mereka. Huf… aku menolak semua yang menyatakan suka padaku, bukan karena
apa-apa; bukan karena aku ada kelainan (jangan sampai) ataupun karena aku
berselera tinggi, tapi karena aku telah menyukai orang lain. Bila aku
menceritakan ini pada sahabat-sahabatku itu, aku yakin mereka akan menertawaiku
atau bahkan mengataiku gila.
~~~
Geunyuhga
doraoneyo
Mianhadago
haneyo
Iksookhhaedduhn
geuriwoon
Geu
songillo uhroomanjyuhyo
Nal
boneun annseuruhn noongil
Deudgoshipduhn
geu moksori
Dajunghage
ijen woolji mallaneyo
Nuhl
nae poome
Aneumyuhn
sarajyuh buhrigo
Noonmuri
heulluh bagaerul jukhshimyuhn
Nan
geujaeya jamesuh ggaeuhyo
Achimeun
neul iruhke… My Love
Namja
itu datang lagi, mengenakan kemeja putih dan celana putih, dia bernyanyi di
sebuah bangku kosong di tengah taman. Suaranya begitu merdu, benar-benar halus,
aku suka. Sayang aku hanya dapat melihat punggungnya, aku yang memang sedari
dulu hanya berani berdiri di belakangnya. Dia terus bernyanyi dengan suara
emasnya seakan tak ingin terusik oleh kehadiranku. Aku tak ingin menyapanya,
aku tak mau mengganggu alunan suaranya, biarlah aku diam di belakangnya dan
terus menikmati kelembutan suaranya.
“Eun
Hye…! Ayo bangun, sudah pagi. Bukannya kau harus ke sekolah?” ugh… keningku
berkerut. Dengan malas aku membuka mata, kulirik wekerku yang menunjuk angka
setengah tujuh. Suara umma yang membangunkanku berhasil menumbangkan suara emas
namja itu.
“Eun
Hye… ayo bangun!” umma mengulang lagi perintahnya.
“Nde…
aku akan segera mandi!” balasku.
Sudah
tahu ‘kan alasan mengapa aku enggan berterus terang pada sahabatku? Ya, aku
jatuh cinta pada seorang namja yang hanya muncul di dalam mimpiku. Namja dengan
suara emasnya yang bernyanyi untuk menghiburku. Namja yang tidak kuketahui
namanya bahkan wajahnya pun tidak. Alangkah malang nasibku, tak ada tempatku
mengadu pada apa yang harus kulakukan dengan perasaanku ini.
Syuuut…
Yeon Hee tiba-tiba saja mengambil kertas sketsaku, aku kaget bukan kepalang.
Aku berusaha mengambilnya namun apalah daya, dia bersekongkol dengan Sun Young
hingga aku tak dapat mengambilnya kembali. Aku pasrah saja, kembali ke tempatku
dan menanti celotehan malaikat-malaikat menyebalkan itu, eh… tidak, maksudku
yang kadang menyebalkan itu.
“Huh…
mana wajahnya?” tanya Sun Young bingung, mungkin karena hanya melihat sketsa
punggung seseorang.
“Memangnya
kau menggambar siapa?” tanya Yun Hee.
“Molla!”
balasku malas.
“Molla?
Yaa… jangan-jangan ini sketsa orang yang kau sukai!” Yun Hee nyeletuk seperti
perkutut. Segera kusumpal mulutnya, kalau kubiarkan dia bicara, aku bisa mati
konyol.
“Pantas
kau menolak Jin Ki, ternyata kau sudah punya tambatan hati!” tambah Sun Young.
“Anni…”
buru-buru aku menggeleng. “Bukan begitu!”
“Bukan
begitu bagaimana? Kau tak punya alasan lain menolak Jin Ki selain karena kau telah
menyukai seseorang! Jin Ki anak yang sangat popular di sekolah, peringkat dua
umum, tampan, dan kaya, tapi kau masih berani menolaknya!” desak Sun Young.
“Benar,
diibaratkan paket makanan, Jin Ki adalah paket komplit, tapi kau masih menolak,
alasan apalagi yang dapat kau ajukan selain kau telah menyukai seseorang!”
tambah Yun Hee. Aku semakin terdesak dengan tebakan sahabt-sahabatku ini,
“Ayo
mengaku saja!” mereka beramai-ramai mengeroyokku.
“Nde,
nde… aku memang menyukai seseorang!” puas kalian? Mereka tersenyum penuh
kemenangan. Yup, mereka memang menang.
“Siapa
dia? Anak mana? Tingkat berapa? Kapan kau akan memperkenalkan dia pada kami?”
cerocos mereka.
“Aku
sendiri tidak tahu siapa dia, bagaimana bisa aku memperkenalkan dia pada
kalian?”
“Maksudmu?”
tanya mereka.
Err…
tanganku mengepal membayangkan tawa Yun Hee dan Sun Young saat aku berterus
terang tentang namja di sketsaku itu. Tega sekali mereka tertawa bahkan sampai
air mata mereka menetes. Andai mereka bukan sahabatku, pasti sudah kugantung
mereka.
~~~
Yunhngwuhnhi
idaero
Jamdeulgi
baraedo
Yuhjuhnhi
geunyuro geuhnado…
Dashineun
kkomkkoji
Anhkireul
baraedo
Oneuldo
geunyuhro naneun
Jami
deul sooga issuh…
Namja
itu datang lagi, masih di tempat yang sama. Dia bersenandung lagi, namun kali
ini hanya sesaat.
“Kau
kenapa? Wajahmu murung!” tanyanya. Aku kaget, kupikir selama ini dia hanya bisa
bernyanyi, ternyata dia dapat mengobrol juga.
“Bagaimana
kau tahu aku sedang murung, aku selalu berada di belakangmu, kau tak pernah
melihatku…”
“Aku
dapat merasakannya hanya dari deru napasmu…” namja itu berdiri dan perlahan
berbalik. Mataku membulat, setelah sekian lama hanya dapat melihat punggungnya,
kini aku dapat melihat wajahnya. Napasku tercekat, dia benar-benar tampan
dengan mata yang sendu dan bibir yang mungil.
“Duduklah
di sampingku, aku akan bersenandung untuk menghiburmu!” dia tersenyum dan
mengulurkan tangannya padaku.
Geunyuhga
wooggo inneyo
Nuhmoona
oraenmanajyo
Geuruhn
moseup geuruhke
Bogo
shipduhn naui geunyuhjyo
Geunyuhga
guhdgo issuhyo
Uhdduhn
saramgwa dajunghi
Nae
gaesumeun mooguhpge naeri noollyuhyo
Aku
berlari kencang ke kelasku, di tanganku telah terlukis sketsa namja itu. Aku tak
sabar lagi memperlihatkannya pada Sun Young dan Yeon Hee. Kali ini mereka pasti
tak akan berani menertawaiku.
“Kau
serius dengan ucapanmu kemarin itu?” Yeon Hee mencoba meyakinkan. Aku
mengangguk mantap, kulihat sahabat-sahabatku itu bertatatapan tak percaya.
“Dia
benar-benar tampan!” ucap Sun Young.
“Dia
tampan ‘kan? Aku sendiri tidak dapat berkata-kata saat aku melihat wajahnya.
Dia seperti malaikat, suaranya juga sangat merdu!” ucapku antusias.
Aku
berlari di koridor sekolah, sebentar lagi kelas musik Kim Songsaenim di mulai,
kalau aku terlambat, bisa-bisa aku dihukum membersihkan aula teater. Huh… andai
saja aku tahu bermain alat musik, pasti akan kuperdengarkan pada Sun Yeong dan
Yeon Hee lagu yang sering dilantunkan oleh namja itu. Bruukkk… karena kurang
berhati-hati, aku tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.
“Aduuuh…”
aku terjatuh dan meringis, buku-buku yang kubawa pun berserakan. Kulihat orang
yang menabrakku itu membantuku memungut buku-bukuku.
“Bisakah
kau berjalan dengan pandangan ke depan?” tanyanya sinis sambil menyusun bukuku.
Aneh… sepertinya aku mengenali suaranya, deg… napasku hilang saat aku melihat
wajah orang itu.
“Aku
tidak akan minta maaf sebab bukan aku yang salah!” ucapnya memberikan
buku-bukuku yang telah dia pungut. Dia melupakan secarik kertasku, dia pun
memungutkannya untukku. Matanya membulat saat melihat sketsa di kertas yang
baru saja dia pungut, dia melihat wajahnya sendiri. Dia menatapku penuh tanya,
“Kyuhyun!”
seseorang memanggilnya, Jin Ki!
“Eun
Hye di sini juga?” tanya Jin Ki setelah menghampiri kami. Aku jadi canggung
menjawab. “Kau ditunggu wali kelas, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jin Ki
pada namja itu.
“Aku
baru saja mau ke ruangannya,” jawab namja itu. Namja itu pun pergi tanpa
mengembalikan sketsa yang kupunya.
“Eun
Hye… kenapa wajahmu pucat?” tanya Jin Ki.
“Dia
siapa? Namja yang kau panggil Kyuhyun?” tanyaku tanpa menghiraukan pertanyaan
awal Jin Ki.
“Dia
anak baru di kelasku, baru masuk tadi pagi. Namanya Cho Kyuhyun!”
Yeon
Hee dan Sun Young seperti tidak percaya pada ceritaku, pada apa yang baru saja
kulihat. Jin Ki bilang dia sekelas dengannya, itu berarti dia setingkat dengan
kami. Astaga… aku jadi galau sendiri, namja yang bernama Cho Kyuhyun itu
benar-benar mirip dengan namja yang selama ini ada di dalam mimpiku.
“Aku
pulang!” ucapku ketika tiba di rumah, dengan langkah gontai aku masuk dan
merapikan seragamku. Dari balik jendelaku kulihat ada seseorang di kamar rumah
sebelah. Oh… jadi penghuni baru sudah datang, gumamku.
Sore
menjelang saat aku masih asik membaca novel favoritku, umma memanggil. Dengan
malas aku turun menemui umma, kulihat ia sedang berbincang dengan beberapa
orang di mulut pintu. Deg… jantungku berdegup kencang saat melihat siapa yang
datang,
“Oh…
Eun Hye cepatlah ke sini!” perintah umma. “Perkenalkan, ini tetangga baru
kita!” ucap umma sambil memperkenalkan tamu-tamunya. “Mereka datang untuk
memberi salam!”
“Wah…
putri anda manis sekali, salam kenal!” sapa seorang ahjumma. “Ini putriku, Cho
Ahra, dan ini putraku Cho Kyuhyun…” Cho… Kyuhyun, dialah yang membuat jantungku
berdegup tidak normal seperti sekarang ini. Namja itu hanya memandang sekilas
padaku, sikapnya sangat acuh padaku.
“Kudengar
kalian satu sekolahan ya Kyuhyun…” ummanya menyela,
“Uhm…”
Kyuhyun menjawab dengan malas,
“Wah…
kebetulan sekali, itu berarti kalian bisa berangkat ke sekolah berbarengan!” ummaku
menambahkan. Aku membelalak dan namja itu mengkerutkan keningnya seakan tidak
setuju pada perkataan ummaku.
Kuceritakan
semua yang kualami pada dua sahabatku, mereka benar-benar takjub pada apa yang
terjadi padaku. Sungguh aku tidak berharap pada rasa takjub mereka, yang
kubutuhkan hanya pemecahan masalah. Tunggu dulu, memangnya ada masalah apa
antara aku dan namja itu?
“Kau
benar-benar beruntung, akhirnya kau menemukan namja itu setelah sekian lama
hanya melihatnya di dalam mimpi!” ucap Yeon Hee.
“Siapa
yang bilang namja di dalam mimpiku adalah Cho Kyuhyun?!” aku jadi sewot. “Aku
‘kan hanya bilang mereka itu mirip! Ya… hanya wajahnya yang mirip selebihnya
tidak ada. Namja di dalam mimpiku itu lembut dan begitu ramah… mana bisa
disamakan dengan tetangga baruku itu!” lanjutku.
Setiap
sore kulihat namja itu bermain dengan anak anjingnya atau dia sibuk bermain
game. Meski sering kusangkali, aku tidak dapat menampik kalau dia benar-benar mirip
dengan namja yang ada di dalam mimpiku. Rasanya begitu sesak, aku tak tahu
harus berbuat apa pada hatiku. Apa aku harus bilang padanya kalau dia sering
muncul di dalam mimpiku? Ha…ha… dengan sikapnya yang dingin, aku yakin dia akan
mengataiku gadis gila.
~~~
Ddo
nan kkoomeul kkoon guhjyo
Shigeun
ddam heureugeu
Apasuh
giuhk jochado shirheun kkom
Nan
injongil moouthdo mothago
Shiganeul
bonaegejyo… My Love
Yuhngwuhnhi
idaero jamdeulgi baraedo
Yuhjuhnhi
geunyuhro ggaeuhnado…
Dashuneun
kkoomkkoji anhkireul baraedo
Oneuldo
geunyuhro naneun jami deul tende
Ije
heuryuhjil mando hande
Geunyuhneun
juhmjuhm jituhgayo
Uhje
kkoomesuh chuhruhm oneul naegewayo
Ijeneun
honja jamdeulji anhke
Aku
hanya memandang lesu padanya, suaranya merdunya mengalun indah memainkan setiap
baris lirik lagunya.
“Kau
murung lagi…” serunya saat menyelesaikan lagunya. Aku hanya diam, dia berbalik
menghadapku. Wajahnya benar-benar sama dengan tetangga baruku itu.
“Apa
kau orang jahat?” tanyaku. Dia hanya tersenyum hingga akhirnya aku terbangun
oleh suara wekerku. Aku memukul selimutku, kulirik wekerku yang menyebalkan.
“Kenapa
kau harus berbunyi padahal dia belum menjawab pertanyaanku!” gerutuku.
Ugh…
pelajaran matematika kali ini sungguh membuatku puyeng, penglihatanku sampai
berkunang-kunang. Mana Lee Teuk songsaenim memberikan PR yang banyak lagi! Apa
aku menyerah saja dari sekolah? Arg… umma bisa menggantungku kalau mendengarku
bilang begitu.
“Eun
Hye~ya!” Yu Ri menyapaku dengan lembut, hah… apa aku sedang mimpi?
“Ada
apa?” tanyaku heran. Aneh… gadis cantik ini tidak biasanya mengajakku bicara,
“Bagaimana
kalau kita mengerjakan PR dari Lee Teuk songsaenim bersama-sama?!”
“Wah…
bukannya tidak mau, aku saja masih tidak mengerti!” jujurku.
“Tak
masalah, kita bisa minta bantuan Cho Kyuhyun, kudengar dari kelas sebelah nilai
ulangan matematikanya adalah nilai tertinggi!” ucap Yu Ri. Benarkah? Wah…
ternyata dia namja yang pintar.
“Uhm…
lalu apa hubungannya antara aku dan Kyuhyun?” tanyaku.
“Kalian
‘kan bertetangga, pasti dia tidak akan menolak kalau kau yang minta!”
“What?
Tapi… tapi…”
“Baiklah,
aku datang nanti sore, OK!”
“Tunggu
dulu, kami tidak dekat meski bertetangga, mana berani aku memintanya!”
“Aku
datang jam lima ya! Bye…” dia tidak menggubrisku.
“Yaaak…!”
arhg… gadis itu benar-benar membuatku dalam masalah!
To be
continued ...
No comments:
Post a Comment